Satu lagi band baru mewarnai industri musik Indonesia. Anda pasti tak asing lagi mendengar tembang Sudah atau Child. Lantas, bagaimana kisah perjalanan band beranggotakan enam orang ini di dunia musik?
Andai dulunya Andro tak dicela teman-temannya lantaran dianggap tak bisa main musik, mungkin hingga saat ini tak akan ada Nidji. Grup asal Jakarta ini barangkali juga tak akan pernah terbentuk andai saat itu Andro lalu tak merengek-rengek pada orang tuanya untuk dibuatkan studio musik. Ya, di studio musik pemain bas Nidji inilah cikal bakal terbentuknya Nidji.
Semua berawal dari pertemanan Andro dan Ariel (gitar) yang sering ngeband bareng sejak SMA membawakan lagu-lagu milik band Inggris. Setelah itu, Rama (gitar), Adri (drum), Giring, (vokal), dan Randy (keyboard) bergabung dengan mereka. Atas ide Ariel, mereka sepakat memberi nama Nidji, kata yang berasal dari bahasa Jepang dan berarti pelangi.
Kenapa Nidji? "Kebetulan saya memang senang hal-hal berbau Jepang seperti komik. Lalu saya tawarin ke teman-teman nama Nidji yang artinya pelangi, pas dengan kami yang berasal dari latar musikalitas beda-beda. Ada yang metal, alternatif, sampai jazz. Kayak pelangi," papar Ariel.
Nidji butuh kerja keras untuk menyatukan perbedaan latar belakang musikalitas personelnya. Jalan terang Nidji mulai tampak saat mereka ditawari rekaman oleh seorang produser musik independen. Di tahun 2004, mereka merilis mini album yang berisi dua lagu, salah satunya lagu berbahasa Inggris bertitel Heaven yang beraliran pop Inggris atau British pop (Britpop).
Tembang Heaven inilah yang dianggap sebagai benang merah yang menyatukan Nidji. Mereka merasa cocok dengan aliran musik tersebut. Memang, para personelnya terinspirasi oleh band-band Inggris seperti The Beatles, Coldplay, dan Keane.
"Butuh waktu tiga tahun untuk nyari benang merahnya. Kerja keras terus, pantang menyerah, dan yakin bahwa visi dan misinya sama. Pasti susahlah menyamakan isi enam kepala. Alhamdulillah, sampai jalan tahun kelima ini enggak ada perubahan personel atau apa pun," terang Rama.
PENGIN SEPERTI GODBLESS
Mimpi jadi kenyataan. Aksi mereka saat manggung di sebuah mal di Jakarta menarik perhatian Musica Studios. Di bawah Musica, pada Mei tahun ini Nidji merilis album debut mereka, Breakthru'.
Bermusik dan rekaman telah jadi cita-cita Andro, Adri, Giring, Rama, dan Randy sejak kecil. "Aku dulu dicela karena dianggap enggak bisa main musik. Setelah itu aku justru bercita-cita harus bisa main musik dan jadi sesuatu di musik. Awalnya, orangtua lebih nyuruh aku mikirin pendidikan dan kalau bisa musik hanya dijadikan sebagai hobi. Tetapi begitu lihat sekarang, mereka baru percaya dan support banget," jelas Andro yang jebolan sekolah musik Farabi.
Uniknya, bermusik bukan cita-cita awal Ariel. Dulunya, Ariel ingin kuliah S2 dan kerja kantoran. "Titik awal saya ingin serius di musik yaitu sejak Giring nyanyiin lagu-lagu yang saya bikin. Karena sebelumnya, Giring kan nyanyiiin lagi orang lain dan enggak keliatan timbre suaranya yang jadi ciri khasnya. Sekarang, saya merasa inilah jalan hidup saya dan ingin eksis di sini," ungkapnya.
Tembang Sudah, Child, dan Hapuslah Aku kini menghiasi stasiun radio di Tanah Air. Album mereka telah terjual sekitar 120 ribu kopi dan jadwal show ke berbagai daerah pun tak pernah putus. Mereka jadi idola baru. Hal ini jelas berbeda dengan sebelum album Breakthru' dirilis.
"Kami pernah punya pengalaman unik dan lucu. Waktu itu, begitu kami sampai di tempat manggung, panitia bilang tiketnya sold out. Kami senang banget dong. Pas masuk ke venue ternyata kosong dan cuma terisi 15 orang. Ha…ha… Ya udah, jadinya kayak meet and greet. Tapi sekarang setiap kali orang bilang sold out ya benar-benar habis dan terisi ribuan orang," kisah Giring.
Namun, bukan berarti para personel Nidji tak mengalami culture shock menghadapi ketatnya jadwal show. "Dulu waktu SMA, aku sempat ngalamin bete di rumah dan pengin ke luar rumah terus. Kalau sekarang beda, karena sering ke luar, penginnya di rumah terus. Benar-benar kangen banget sama rumah. Akhirnya, ya just face it," ujar Andro.
Hal sama diungkapkan Rama. "Kaget sih iya tapi yang pasti bangga dengan hasil kerja keras selama empat tahun. Dan enggak nyangka ternyata orang suka dengerinnya. Itu yang bikin kaget. Yang namanya ngeluh terjadi banget waktu masih bulan-bulan pertama. Pernah, begitu sampai Jakarta dari Malaysia jam 12 siang, ada interview dari jam 13.00 sampai sore. Setelah itu, malamnya kami masih harus manggung di radio dari jam 20-22. Tapi itulah risikonya."
LATIHAN DI KAMAR MANDI
Hal yang tak diduga para personel Nidji adalah rasa capek yang mendera. Namun, mereka punya berbagai cara untuk mengatasi rasa capek tersebut. Biasanya mereka bercanda, main games, dan yang pasti saling mendukung jika ada personel yang down.
Khusus untuk Rama, tak hanya sibuk sebagai gitaris Nidji, dia juga masih menjadi penyiar sebuah radio swasta di Jakarta. "Untuk jadwal aku masih ngutamain Nidji. Untungnya, dari pihak radio juga ngasih dispensasi. Kalau ditanya asyik mana nyanyi atau jadi penyiar radio, ya beda. Kepuasannya beda. Aku enggak bisa milih. Istilahnya, kepuasan minum enak sama makan enak. Enggak bisa dijadiin satu. Dua-duanya enjoy."
Lebih jauh, Nidji tak ingin eksis di dunia musik Indonesia alias tak sekadar numpang lewat. "Pokoknya kami ingin main musik sampai perut kami buncit, rambut ubanan, dan membotak. Pokoknya pengin kayak God Bless," ujar Giring. Karena itu, mereka tak berhenti belajar.
Semisal Giring. Vokalis berambut kribo ini senantiasa mengasah kemampuan pronounciation bahasa Inggrisnya lewat teve dan dari keluarganya yang memang fasih berbahasa Inggris. Namun menurutnya, untuk masalah nyanyi, "Cukup latihan di kamar mandi sembari mandi. Ha…ha…."
Lantas, apakah Nidji akan tetap setia dengan aliran Britpop? "Kalau ngomongin Britpop dan Nidji, pastinya Britpop akan jadi base-nya atau rangkanya. Tapi kalau soal perkembangan sound-nya, ada zamannya tersendiri. Jadi kalau kami nyasar, balik ke sini lagi. Kami harus ingat bahwa identitas kami di sini (Britpop)," jelas Adri.
source: nova
No comments:
Post a Comment