Lets Search!

Facebook Connect


Tour Nidji @ Jogja: Pembebasan ala Nidji

"I am one I am child I'm the saint who marches in love..."
Begitu lirik awal Child dinyanyikan Nidjiholic, sebutan bagi penggemar grup band Nidji, langsung bersorak spontan ikut bernyanyi bersama Giring, vokalis grup band itu.

Jumat (5/1) malam, TJ'S Graha Royal di Jalan Urip Sumoharjo memang menjadi milik Nidjiholic. Enam personel Nidji mampu membuat mereka bernyanyi, berseru, dan bergoyang sepuasnya. Bebas, tak ada batas.

"Are you ready for having fun?" kata Giring disambut sorakan antusias Nidjiholic. Bagi Nidji, ini menjadi hal mendasar yang harus dimiliki seseorang sebelum berproses lebih lanjut dalam kegiatan apa pun. "Musik dan semua hal lainnya berawal dari fun and enjoy, lalu semua akan mengalir," kata Giring.

Segala sesuatu yang didasari dengan rasa senang pun akan membuahkan hasil yang manis. Karena itu, dalam setiap konser, Nidji selalu menciptakan suasana yang menyenangkan dari sedari awal. Meski hanya lewat sapaan sederhana, proses interaktif akan sangat berarti bagi Nidjiholic karena benar-benar dilibatkan sebagai subyek konser itu sendiri.

Perasaan senang pun mendorong seseorang untuk bebas mengekspresikan diri, menjadi diri mereka sendiri. Seperti ditampilkan Nidji malam itu, setiap personel menjadi diri mereka sendiri dengan gaya masing-masing. Meski ikon Nidji tampak jelas dari model rambut, jas hitam, dan syal yang dipakai vokalisnya, masing-masing personel bermain dengan aneka ekspresi yang tak seragam.

Seperti dikatakan gitaris Nidji, Rama, "Musik harus jujur, tak terkekang mengikuti keinginan-keinginan orang lain." Pesan kebebasan inilah yang diusung Nidji melalui lirik lagu-lagu dan konser mereka. "Kami mencoba membuat lirik yang sederhana dan jujur yang berangkat dari pengalaman sendiri," ungkap Giring.

Giring menuturkan, dalam album pertamanya, Nidji mencoba mengusung konsep minimalis yang dikemas dalam aliran musik yang mudah diterima generasi muda. Mereka tidak berharap muluk-muluk selain dapat mengekspresikan diri lewat musik dan membuat pendengar menikmati lagu-lagu mereka.

Kesepuluh lagu-lagu berlirik sederhana dan mengena dalam album pertama Nidji Breakhtru ditampilkan Nidji malam itu. Tak satu pun lagu yang terlewat dari Nidjiholic. Ratusan generasi muda itu membaur dan ikut bernyanyi bersama dalam semua lagu. Selain lagu- lagu karya sendiri, Nidji juga menyanyikan Bento yang pernah populer di zaman Orde Baru.

"Buat negara kita, jangan pernah mau dikekang! Lagu ini didedikasikan untuk semua generasi muda Indonesia, jangan pernah mau dikekang!" seru Giring seusai menyanyikan lagu Bento. Semangat kebebasan pun dilanjutkan dengan lagu Breakthrough yang mengajak generasi muda melepaskan diri dari segala kungkungan untuk meraih apa yang diimpikan.

Lebih jauh melalui musik dan interaksi di panggung, Giring mengungkapkan bahwa Nidji memang mencoba menyampaikan pesan pembebasan terutama bagi generasi muda. Kejujuran yang dibawa dari bermusik dan menjadi diri sendiri lah yang ingin ditampilkan Nidji dalam setiap lagu dan komunikasi dengan para penonton. "Kami akan lebih membawa pesan-pesan ini di album kedua nanti. Album pertama kemarin lebih banyak bersifat fun dulu," ungkap Giring. Bebaskan diri

Bebas menjadi diri sendiri, siapa pun orangnya, memang selalu ditekankan Giring dalam interaksi dengan penonton malam itu. Mereka yang baru saja memutuskan kekasihnya, mereka yang masih belum memiliki pasangan, dan mereka yang sedang menikmati indahnya cinta disapa secara personal melalui lagu-lagu Nidji yang dinyanyikan penuh penghayatan oleh Giring.
Kedekatan vokalis Nidji pada Yogyakarta juga menjadi pengikat emosional tersendiri bagi para Nidjiholic Yogyakarta. Masa kecil Giring yang dihabiskan di Yogyakarta menjadi daya pikat tersendiri bagi Nidjiholic. Sebuah lagu baru yang mengisahkan keinginan seseorang untuk pulang sempat membuat para pengunjung baik yang ada di dekat panggung maupun di lantai atas terdiam turut menghayatinya. Dengan penuh perasaan, Giring menyanyikan lagu berirama slow yang memang khusus dibuatnya untuk mengenang kota asalnya Yogyakarta dan ayahnya yang sudah tiada.

Sampai akhir pertunjukan pun Nidji berhasil menjaga komunikasi dan mempertahankan emosi maupun antusiasme para penonton. Suara dan penampilan para personel tetap prima meski hanya mengambil jeda tak kurang dari lima menit untuk minum.

Ketika lagu terakhir Disco Lazy Time dimainkan, Nidjiholic pun antusias bergoyang tanpa dikomando. Musik yang mengentak dan penampilan Nidji yang atraktif di panggung mendorong para Nidjiholic yang sebagian berdandan ala Giring itu tak rela berdiam diri. Semua membebaskan diri, berekspresi tanpa batas.... (AB3)

taken from: kompas.com

No comments: