Lets Search!

Facebook Connect


Giring: Indonesia Butuh Pemimpin yang Tegas Banget


Tempo, Senin 27.10.2008

Giring Ganesha bukan nama yang asing buat penggemar musik pop. Vokalis grup musik Nidji itu sedang laris dengan lagu Laskar Pelangi. Boleh dibilang, lagu-lagu pop yang dibawakan mereka sukses di pasar musik menggapai anak-anak muda. Boleh dibilang, Giring dan Nidji sudah menjadi ikon generasi muda sekarang, bersama beberapa grup band lain.

Ternyata pengagum John Lennon dan Soekarno itu menampik pendapat bahwa kesuksesan itu membuat dia bisa meraih apa pun. "Mobil gue masih yang gue pakai waktu SMA," kata bungsu dari tiga bersaudara itu. Menurut dia, tak semua generasi muda yang populer dan meraih sukses melupakan nilai kerja kerasnya.

Tak sekadar bermain musik dan mendapat uang, ia ingin berbuat lebih besar. ”Gue ingin berbuat sesuatu untuk (kemasyhuran) bangsa ini,” kata pengagum Soekarno dan Soeharto itu. Melalui lagu, walau saat ini liriknya bertema cinta, ia ingin menyampaikan pesan-pesan seperti perdamaian, persahabatan, nasionalisme. Tentang hal ini Giring bertutur kepada wartawan Tempo Yophiandi dan fotografer Arnold Simanjuntak di Toko Buku Times, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, Banten, Kamis lalu. Ia juga berbicara tentang kreativitas anak muda, relevansi semangat Sumpah Pemuda, dan prospek generasi muda sekarang untuk berkontribusi bagi bangsa. Berikut petikannya.

Anda berkreasi di bidang seni, sudah mempertimbangkan prospeknya dibanding bidang akademis, misalnya?

Pas saya SMA, saya lebih sering main musik. Benar-benar stand up what I believe. Sejak kecil aku memang suka dengan politik dan musik. Mempelajari politik menyenangkan.

Masih mengikuti berita sosial politik dari koran?

Masih suka, tapi tidak sesering dulu (waktu masih aktif kuliah). Kalau dulu masih sering melihat perkembangan, tapi untuk berita besar dunia saya tetap berusaha mengikuti. Seperti sekarang, Amerika lagi semrawut, sedang jatuh, sementara Cina sedang menikmati devisa yang sangat besar yang berhasil dikumpulkannya. Banyak yang melihat Cina akan berganti gonna rule the world.

Anda sedang menapaki kesuksesan, masih perlu kuliah?

I have a great fun waktu kuliah. Apa yang gue pelajari untuk hidup gue, ya, waktu kuliah. Waktu aku belajar menjadi orator, ya, waktu di (Universitas) Paramadina. Waktu itu, saya run for president (kampus—Ketua Senat). Saya baca lagi bagaimana gaya orasi Hitler, Soekarno, bagaimana membius pendengarnya.

Menurut Anda, pemimpin Indonesia yang impresif cuma Soekarno?

Soeharto juga, tapi agak dingin, ya. Setelah itu, belum ada yang seperti mereka. Sorry to say, ya.

Dalam pandangan Anda sebagai anak muda yang sukses berkarya, bagaimana kondisi bangsa ini?

Indonesia, negara kita ini, terlalu cepat demokratisnya (setelah Orde Baru runtuh). Indonesia dengan jutaan penduduknya, yang kalau ada satu pemimpinnya ngomong, terus jutaan warganya ikut, pasti bisa (cepat) maju. Ambil contoh Cina dan India. Di Cina, satu ngomong A, semua mengikuti. Kalau India kan lebih demokratis, maju, tapi ketika bicara A tidak bisa cepat, karena tersendat-sendat. Nah Indonesia, butuh pemimpin yang tegas banget.

Mesti militer?

Mungkin, tapi yang jelas pemimpin ke depan harus keras, tegas, untuk kebaikan negara dan bangsa ini. Sipil juga oke.

Bagaimana dengan Susilo Bambang Yudhoyono?

SBY... (terdiam sejenak), I like that guy. Walau tantangan kondisi sekarang berat, at least, dia mencoba berbuat sesuatu, memperbaiki kondisi bangsa ini. Dan gue nggak pernah melihat dia memperkaya dirinya.

Menurut Anda, anak-anak muda seumuran Anda melihat bangsa ini seperti apa?

Menurut gue, anak muda sekarang bermimpi saja susah, karena mereka ingin meneriakkan dan didukung pemerintahnya untuk melakukan apa pun. Ternyata tidak, karena sistem yang dihadapi ternyata carut-marut. Simpelnya begini deh, gue dulu berpikir, ketika pertama kali main musik, gue pikir royaltinya buat gue, dan mapan. Gue memaksimalkan diri untuk berkarya, tapi kenyataannya, banyak orang beli bajakan, pemerintah tidak berbuat apa pun.

Di Indonesia, anak-anak mudanya itu hebat-hebat banget, tapi masa depannya suram, karena tidak ada suatu keinginan untuk negaranya. Gue ingin band gue long term, karena ingin hidup di musik, tapi tetap saja sekarang gue masih insecure (tidak aman). Tingkat ketidakamanan finansial, keberhasilannya tinggi. Di negara mapan, yang seperti ini sudah jelas sistemnya, dihargai sebagai seniman.

Band-band kayak Slank, Iwan Fals, Dewa, Gigi, itu mereka hebat karena bisa bertahan lama. Generasi gue itu susah bermimpi, tidak aman.

Bukannya justru lebih enak, ada MTV, memasarkan musik, kontes-kontes jadi artis, ada tema yang diminati pasar, seperti cinta sekarang?

Ya, laku sih laku, tapi apa yang kita bicarakan di sini kan pop culture, yang up and down. Kita buka-bukaan saja nih ya. Kemarin band gue sempat pusing karena kita nggak tahu bagaimana caranya me-manage uang kita. Iyalah, kami anak-anak muda, tiba-tiba byar (sukses), dibiarkan begitu saja, tiba-tiba beli ini beli itu. Akhirnya kami mendapatkan solusi, menyewa konsultan finansial.

Tapi apa memang begini selera anak-anak sekarang, tentang cinta, bukan lagi soal gambaran sosial

Saya melihatnya seperti ini, musik melankolis, cinta diputusin, begitu yang laku. Menurut gue, pasarnya sebenarnya sudah capek, hidupnya sudah capek. Nyari duit saja sudah susah. Tapi gue percaya, ketika kita bicara kritik juga pasti laku, minoritas pasti beli juga.

Laskar Pelangi mengkritik tuh, tapi tetap laku banyak?

Begini, buat gue, apa yang dibuat Andrea Hirata dan Riri Riza sebuah kemarahan, tapi mereka tak menggambarkannya dengan marah-marah. Ini yang membuat gue menulis lagu itu pun dengan tidak marah-marah. Ya sudahlah, keadaan memang sudah begini, ya, at least, we grateful for it. Gue juga marah dan sedih, tapi kalau kita mikirin terpuruk terus. Mending mikir positif saja deh. Orang bilang ke gue: ”Udahlah lu ngapain sih mikirin pembajakan. Semua orang ngebajak, kok.” Tapi gue tetap berpikir positif that one day, kondisinya lebih baik. Undang-undangnya ada, tapi pengaplikasiannya juga nggak ada, ya mau bilang apa.

Orang membeli produk bajakan bukannya karena tak ada akses?

Menurut gue, memang, di beberapa daerah akses untuk mendapat kaset dan CD asli memang susah. Bahkan beberapa daerah nggak tahu mana asli dan palsu. Makanya Anda bilang enak jadi musisi--no, man! Kami juga tetap memikirkan bagaimana sebaiknya, karena kami sudah terlalu sibuk, berpikir how we can survive. Sebenarnya kami berharap pada pemerintah. Makanya yang jelas gue bakal memilih siapa pun yang memperjuangkan hak-hak warganya.

Pernah beli bajakan?

Dulu pernah, gue akui. Tapi setelah gue tahu bagaimana susahnya membuat album, karya seperti ini, gue stop.

Kalau cekak pun menghargai beli yang asli?

Ya, selain welfare, juga soal kesadaran. Tapi soal welfare itu, ya, aku pikir, selama orang sudah sejahtera, kesadaran untuk menghargai pasti lebih besar. Walau memang kalau dibiasakan gratis agak susah juga mengubah budayanya.

Dengan banyaknya korupsi anggota parlemen, misalnya, Anda masih percaya dengan pemilu?

Kondisinya meminta kita semua serba instan. Tanpa berpikir apa pun lagi. Generasi gue itu generasi yang instan, popularitas, rumah. Untuk itu mereka butuh duit. Alhamdulillah, we work very hard, kami tidak instan. Tapi, kami berpikir positif segalanya bisa membaik dengan kondisi negara yang lebih baik.

Sekarang banyak order juga buat pemilu daerah?

Nah ini, jadi musisi zaman sekarang siapa bilang enak? Waktu kemarin kami diundang, ini pertama kalinya, untuk pilkada. Di Sulawesi Selatan, empat jam dari Makassar, masuk hotel dikerubutin, sudah kurang tidur. Masuk ke panggung, aksesnya mesti lewatin ribuan orang, dijambakin, dicakarin, tapi oke, kami mesti profesional, hujan-hujanan. Kemudian disuruh ucapkan jargon, gue nggak mau. Gue bilang, gue cuma menghibur. Turun panggung, lewatin kubangan air sampai selutut, terus hujan-hujanan lagi. Dan kami satu tim tidak marah-marah, malah ketawa-tawa. Ini salah satu pengalaman terbaik kita ya hahaha.

Tahun depan banyak kampanye, mau ikut lagi?

Nggak tahu, bagaimana manajer kami (Musica). Tapi, yang bagus, menurut manajer kami, kami mesti ikut sekali (kemarin itu), karena akan bisa mengetahui bagaimana keputusannya kalau diundang lagi. Sekarang kami minimal mikir lagi kalau diundang (untuk pemilu).

Dulu orang cita-citanya jadi dokter, sekarang jadi musisi, pelawak, apa karena profesi ini mudah sukses untuk generasi sekarang?

Kalau generasi sekarang melakukan apa pun secara serius, pasti bisa sukses. Kalau zaman dulu kan nggak bisa, bisa mapan kalau jadi arsitek, dokter. Ternyata, toh bisa ditunjukkan jadi penata rambut saja bisa survive. Nah, pemerintah tinggal mendukung bahwa ini bisa diwujudkan.

Ini bukan suatu bentuk protes terhadap pendidikan? Karena tak semua, misalnya, harus menjadi arsitek, kimiawan.

Pasti masih banyak juga yang masih mau jadi arsitek, ilmuwan, seperti itu. Ada seorang teman gue perempuan, dia itu bidang studinya kimia, tapi dia menulis buat majalah sosial juga. Mudah-mudahan ketika mereka bekerja dengan pilihan mereka, mereka tidak melakukan korupsi. Gue selalu protes, dengan pendidikan seperti ini dan gue memilih musik dan bertahan dengan pilihan gue. Pendidikan formal tetap penting, tapi ketika kita percaya apa yang kita kerjakan itu baik dan berguna, kita bisa melakukannya.

Sekarang lagi pada membuat album rohani, Nidji nggak?

Wah, nggak siap kami. Teman-teman bilang, sebuah pertanggungjawaban yang besar harus kami tanggung, ketika kami bicara good deeds, perilaku yang baik, siapa harus kita sembah, tapi kami berenam masih belum seperti itu, kan artinya munafik. Menurut gue, Gigi dan Opick sudah melakukan yang terbaik. Kami sudah melakukan yang terbaik di bidang kami masing-masing. Laskar Pelangi juga kan ada unsur rohaninya, bagaimana kita harus bersyukur. Itu paling jujur yang gue rasakan.

Belajar dari Laskar Pelangi, ingin menulis lirik seperti itu lagi?

Terus terang, kami belajar banyak dari Laskar Pelangi. Gue baca semuanya, pas baca Sang Pemimpi, gue diajarkan bagaimana gue harus bersyukur. Pas baca Edensor, gue digerakkan. Andrea belajar ke Sorbonne dan gue ingin ke Inggris, itu ada festival Glassenburry, isinya band-band dahsyat. Ya, tahun depan gue berangkat. Ini mimpi gue sejak zaman dulu. Ini sebuah pembelajaran, jangan pernah berhenti bermimpi. Mimpi gue: gue ingin berbuat sesuatu untuk (kemasyhuran) bangsa ini. Gue ingin Indonesia seperti dulu lagi, berani bilang tidak pada orang lain, dan gue ingin salah satu dari jutaan orang yang mendukung itu.

Menurut Anda, musik bisa mempengaruhi mencapai itu?

Bisa banget. Ketika John Lennon bilang Imagine, dia did everything yang lu believe, dan dia menuliskannya. Kemudian dia berdiri di depan generasinya untuk membuat itu menjadi mungkin terjadi. Aku percaya musik itu bisa mempengaruhi.

Tapi, musik kita sekarang cinta-cintaan melulu?

Hehehe. Kalau di Nidji, kita menulis tentang cinta, tentang putus cinta, tapi ketika manggung, kita ingin orang melihat ada pesan lebih besar yang ingin disampaikan. Kau dan Aku bercerita tentang itu sebenarnya; Randy menulis tentang dia dan mantan cewek-nya, walaupun mereka beda agama, tapi satu untuk selamanya.

(Setiap membawakan lagu Kau dan Aku, Giring selalu membawa bendera Merah-Putih, yang dimaksudkan untuk menyampaikan pesan walau berbeda-beda tetap satu. Sementara itu, melalui lagu Arti Sahabat ia ingin menunjukkan kepada dunia arti persahabatan).

Tak ingin membuat liriknya seperti pesannya?

Pingin sih. Jujur saja, gue sudah ngomong sama Bu Acin (Musica), Bu, kami mau mulai ngomong tentang sosial. Dia bilang, sabarlah, entar ada waktunya.

Sumpah Pemuda masih relevan nggak, sih?

Masih, dengan gaya kita sekarang. Orang-orang generasi sekarang jelas beda. Dulu kan mereka bersatu untuk melawan penjajah. Sekarang kita tetap harus bersatu untuk mewujudkan sebuah negara yang kita mau, yang mewujudkan, menjamin mimpi-mimpi kita terlaksana, memperbolehkan warganya untuk meraih mimpinya.

Pernah berpikir masuk partai?

Good question... (terdiam sejenak). Aduh... di lubuk hati gue terbagi dua. Ada yang pingin, ada yang nggak. Yang pingin bicara begini, if you want to change the system, you have to inside the system. Tapi, John Lennon saja bisa change the system tanpa masuk ke dalamnya, kenapa gue nggak? So far, gue bahagia dengan begini, tidak terikat apa pun. Free say anything I want.

Pernah ditawari? Kan sekarang banyak partai merekrut artis.

So far belum. Begini ya, partai kan merekrut mereka supaya tidak perlu lagi mengeluarkan banyak biaya memperkenalkan jagoannya. Karena kan artis sudah banyak dikenal. Tapi, lucunya, akhir-akhir ini gue dapat undangan, seperti diskusi untuk Sumpah Pemuda ini.

Kuliah akan selesai?

Mudah-mudahan setelah dosen gue baca ini, dia bisa berbuat sesuatu. Tentu saja, rasanya nggak enak belum lulus (Giring angkatan 2002 di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Paramadina). Setelah lulus, rasanya bebas, tak ada utang. Sekarang gue happy, punya penghasilan, tapi ada yang nyangkut, ya tentang pendidikan ini. Masih ada sekitar empat mata kuliah yang mesti diselesaikan. Mudah-mudahan tahun depan kelar.

Kalau generasi muda sekarang berpikir soal berprofesi di bidang seni, kreativitas, kayaknya kuliah tidak perlu lagi, ya?

Wooo nggak dong. Kuliah tetap penting. Kuliah itu membuat kita berpikir secara kritis, sistematis. Kami berenam kuliah, dan serius. Makanya, secara business wise, kami tahu mana yang bagus dan tidak buat kami. Ada dasar yang kuat walau jadi apa pun nantinya. Pengalaman hidup juga perlu.

Siapa idola Anda?

Iwan Fals, begitu gamblangnya pesan dalam lirik. Gigi, membawa inspirasi bahwa dengan musiknya sendiri bisa bertahan. Slank, Bimbim pernah bilang, jangan berhenti mimpi. Mimpinya dia pelihara.

1 comment:

Susi Andriani said...

menyewa konsultan finansial is the right choice bang giring!! dan smoga bang giring cpet kelar dah kuliah nya . buat nidji sukses slalu yuaa!!! :)